Selasa, 21 Agustus 2012

Raskin Di Sulap, Selisih Harga Capai Milyaran Per-Bulan


Padang, Laksusnews—Lemahnya fungsi pengawasan yang sudah ditunjuk dalam pendistribusian raskin membuka celah terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh oknum tak bertanggungjawab demi mendapatkan keuntungan berlipat ganda. Beras raskin, sebagaimana dalam ketentuan yang diatur dalam inpres memiliki kualitas standar medium. Realisasinya, ditemukan Rumah Tangga Sasaran (RTS) menerima beras berkualitas rendah. Terindikasi, beras raskin tersebut sudah disulap.



Dari pelacakan www.Laksusnews.com dilapangan, ditemukan raskin yang ada digudang Bulog berbeda dengan beras yang diterima masyarakat. Terindikasi beras tersebut sudah di ganti dengan beras lain. Agar aksi ilegal ini tidak tercium, maka sasaran pendisitribusian ditujukan pada lokasi yang di anggap lemah pengawasan atau daerah IDT. Diprediksi, dari jatah raskin Sumbar sebanyak 29.065.575 kilo, sekitar 5 persen diselewengkan atau sebanyak 1.453.279 kilo. Diperkirakan antara raskin dengan beras kualitas rendah, selisih harga sekitar Rp.3.000 per-kilo. Jadi jika dikalkulasikan, dari selisih harga tersebut, bisa didapatkan keuntungan dalam sebulan sebesar Rp 4.359.836.250.

Sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam UU, untuk monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang oleh tim koordinasi raskin pusat, provinsi kabupaten/kota dan kecamatan. Sedangkan khusus untuk pengawasan dilaksanakan BPKP, Kemenko Kesra bersama dengan Ditjen PMD Kemendagri. Namun semua mandul, karena masih ditemukan kecurangan diberbagai daerah. Terindikasi, terjadinya hal ini karena adanya main mata antara pelaku, oknum petugas Bulog dan pengawasan.

Terkait hal diatas, Kadivre Bulog Sumbar, Abdullah Djawas setelah sekian kali didatangi ke kantornya, namun belum bisa ditemui. Menurut kasi TU, Suhardi, atasanya lagi sibuk.

Sementara itu, Ketua Tim Independent Unand, Jhon Falis yang juga selaku tim monitoring raskin beberapa waktu lalu kepada www.laksusnews mengatakan, monitoring yang dilakukannya sekarang hanya bersifat sukarela dan insidentil (dadakan) saja. Tim monitoring baru akan turun jika sudah ada muncul permasalahan di lapangan, karena mengingat biaya. Karena selama ini, untuk monitoring tidak ada anggarannya.

Lebih jauh dikatakannya, dalam melakukan pekerjaan monitoring pendistribusian raskin hanya sebatas PELITA (Pekerjaan Lillahita’ala). Untuk itu, perlu adanya sebuah langkah efisiensi, bagaimana agar monitoring tetap berjalan sedangkan biaya tidak banyak yang harus dikeluarkan. Salah satu strategi menitoring yang diterapkan, yakni menitipkan pesan kepada mahasiswa yang akan berpergian keluar kota (red; pulang kampung), papar Jhon.

Sambungnya lagi, pemerintah harus lebih serius melakukan pemantauan terhadap barang subsidi khususnya pendistribusian raskin. Karena barang subsidi sangat rentan untuk terjadinya penyimpangan. Untuk itu, perlu dilakukannya pengawasan secara intensif, sehingga apa yang di tuju dapat terwujud yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga,tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas dapat terwujudkan, imbuh Jhon lagi.

Dilaporkan : Dafit.Dj

Tidak ada komentar:

Posting Komentar